Memayu Hayuning Bawono

Peace for All...

Senin, 04 Agustus 2008

Ngurus KTP

Untuk kebanyakan orang, pekerjaan ngurus KTP termasuk fardhu 'ain. Tapi, pas awal punya KTP, hal itu nggak berlaku untuk aku. Pasalnya, udah diuruskan sama bapak. Taunya waktu itu, foto dan tanda tangan aja. Untuk ngalor-ngidul kemana aja nemui siapa saja, masih belum ngeh.
Hingga tiba masanya, ada sesuatu yang perlu diganti dari KTP ku. Status pekerjaan. Asalnya, mahasiswa, pengen aku ganti dengan wirausahawan.
Dan, saat itu, untuk pertama kali dalam sejarah hidupku, aku ngurus KTP sendiri. Dimana, waktu itu nggak lagi musim orang-orang ngurus KTP kolektif.
Pertama, sowan ke rumah pak RT. DIsitu, aku dikasih selembar kertas yang isinya keterangan bahwa aku sah penduduk di wilayah situ. Di bagian bawah, ada kolom yang harus ditandatangani Pak RT, dan juga pak RW. maka, setelah dari rumah pak RT, tujuan selanjutnya adalah ke rumah pak RW. Kebetulan, sudah kenal dengan beliau. Letaknya nggak terlalu jauh dari rumah pak RT. Cuman jalan kaki 5 menit sudah sampai. Waktu itu pas orangnya nggak ada. sehingga esok harinya aku kesitu lagi, dan syukur...ketemu.
Nah, setelah itu aku meluncur ke kantor Kepala Desa. Kelengkapan yang diperlukan disitu, pengantar dari RT sama RW tadi, trus fotokopi KSK. Sampe di kantor Desa, langsung nemui petugas yang stand by. Nggak terlalu lama, urusan disitu selesai. Dari situ, aku dapat lembaran keterangan bahwa aku adalah penduduk desa itu dan berkelakuan baik. Sama petugas, aku dapat petunjuk tempat selanjutnya yang mesti aku datangi. Ya, ke kantor kecamatan.
Kantor kecamatan jaraknya ada kalau 3 kilometer dari rumah. Sesampai di kantor kecamatan, aku kebetulan seorang ibu-ibu yang dulu rekan kerjanya bapak. Dari beliau, aku disarankan untuk menemui kepala bagian Pemerintahan untuk minta keterangan pengurusan KTP. Nah, begitu ketemu sama orangnya, aku ditanyai tentang surat keterangan kelakuan baik. Maka, aku keluarkan surat yang aku dapat dari kantor Desa tadi. Tapi sama bapaknya, katanya bukan itu. Dia minta aku untuk ke kantor Polisi (Polsek), ngurus surat kelakuan baik. Maka, aku pun ke Polsek. Di Polsek, nemui petugas jaga, terus ditanya keperluanku apa. Setelah mengutarakan maksud kedatanganku untuk mengurus KTP, dan aku kesitu, untuk minta surat keterangan kelakuan baik, aku dikasih lembaran kertas semacam formulir. Trus disuruh ngisi. Sampe sekian menit, sekitar 10 menit-an belum juga selesai. Habis, banyak banget yang harus diisi. Tapi terus sama petugasnya dibilang nggak usah lengkap-lengkap ngisinya. Seperlunya aja. Lega....nggak lama setelah itu aku pamit pulang, karena kata petugasnya besoknya baru bisa diambil.
Esok harinya, kembali ke Polsek. Sampe disitu langsung nemui petugas yang kemaren. Dan lembaran yang aku perlukan sudah siap untuk disajikan, eh...diambil. Bukan surat kelakuan baik labelnya, tapi Surat Keterangan Catatan Kepolisian. Dan disitu, status pekerjaanku diisi Pegawai Swasta. Padahal, saat itu status ku sebagai mahasiswa masih aktif.
Selesai urusan di Polsek, kembali ke Kantor Kecamatan, nemui bapaknya yang kemaren. Setelah ketemu dan ngasihkan SKCK dari Polsek tadi, nemui ibuknya yang kemaren itu dan sama beliau disuruh nunggu sebentar untuk tanda tangan dari pak Camat.
Akhirnya, hari itu juga dapat tanda tangan dari pak Camat. Yang sekaligus merupakan finishing dari keseluruhan prosesi pengurusan KTP.

Sungai Ngerong

Disini akan aku tuliskan apa saja yang kuingat dari Kali Ngerong (Sungai Ngerong).
Sungai yang sumber mata airnya konon terletak sekian kilometer dari mulut Gua Ngerong ini dapat Anda dapati tak jauh dari pusat kecamatan Rengel. Persisnya, tepat di sebelah timur bangunan sekolah SDN Rengel I/ 136 (he.he.hhe...aku hafal nomer sekolahnya, soalnya itu kan sekolahanku dulu). Dimana sekolahan itu persis di seberang jalan raya, yang membelah area kantor kecamatan dengan sisi lereng pegunungan kapur. Jalan raya yang kondisi aspalnya sudah lumayan bagus, meski tidak terlalu lebar.
Sungai ini selalu mengalir di sepanjang musim. Menjadi sumber air untuk irigasi sawah-sawah di sisi selatan, juga menjadi tumbuan suplai air untuk penduduk pegunungan ketika musim kemarau datang. Di musim kemarau, biasanya airnya lumayan jernih. Mereka datang dengan membawa jurigen-jurigen plastik untuk mereka isi dengan air dari sungai ini. Ada yang jalan kaki, sebagian naek kendaraan roda empat yang bagian belakangnya ada bak terbukanya. Jadi dalam perjalanan, mereka ditemani angin sepoi-sepoi, dengan pemandangan kiri kanan pepohonan jati yang meranggaskan daunnya di pegunungan kapur.
Laiknya di desa-desa lain, penduduk sekitar Kali Ngerong memanfaatkannya untuk tempat MCK (mandi, cuci, kakus). Tapi sekarang, kayaknya semakin jarang yang ngakus di Ngerong. Kalaupun masih ada, biasanya di Kali Klorak, yang aliran airnya juga berasal dari Ngerong, di sebelah selatan ngerong agak ke timur. Tempatnya seperti lingkaran, yang di sebelah selatannya adalah area pemakaman umum.
Nggak kalah pintarnya, adalah guru olahraga di SD Satu (SDN Rengel I), yang menjadikan sungai itu sebagai kawah candradimuka untuk menggembleng para atlet-atlet renang cilik. Jadi ingat Zainu, teman seangkatan yang jago renang.
Jadi, dapat dikatakan warna budaya dan siklus hidup orang-orang Rengel tidak dapat dilepaskan dari eksistensi Kali Ngerong.