Memayu Hayuning Bawono

Peace for All...

Kamis, 04 September 2008

Poso Bedhug

Tadi seorang anak bertanya, "Om, sudah adzan blom?"
"Sudah, emang ada apa?" jawabku sambil mengamati mukanya. Hari ini panasnya bukan main. Sementara ruangan ini berada tepat di seberang jalan yang debunya luar biasa banyak. Kalau lah tidak ada pembatas kaca yang menghalangi terbawanya debu oleh angin, sudah barang tentu setiap saat aku harus membersihkan setiap jengkal dari bidang perabot yang ada, mulai dari meja, kursi, etalase, almari, komputer hingga lantai, dari debu. Dan diwajah itu, aku dapati satu kesan betapa dia harus menyesuaikan diri dengan hawa yang panas ini. Sementara aku masih menebak-nebak maksud dari pertanyaan si anak tadi.
"Mau beli minuman...," singkat jawabnya sembari menunjuk kulkas yang kabelnya sengaja tidak aku colokkan ke listrik.
Sekali lagi aku pandangi anak itu, cuman sesaat. Untuk kemudian, ingatanku kembali pada masa ketika aku masih seumuran dia. Ya...kurang lebih seperti itu. Seorang anak kecil, di tengah hari bulan ramadhan yang panas, sedang bermain-main air di sumur dengan teman-temannya. Membasahi kepalanya sebanyak mungkin dengan air dari padasan atau hasil nimba dari sumur. Ah, segar sekali. Di saat lain, dengan antusias bermain-main di sendang yang dalamnya tidak seberapa, tapi asik untuk nyelam sambil mencari ikan atau sekedar batu-batuan yang tidak berharga.
Ya, pada masa itu. Masa ketika mul-mula aku mendengar istilah poso bedhug, poso ashar, dan poso maghrib. Satu bentuk latihan puasa di bulan ramadhan for kids yang mulainya sejak saat sahur sebelum subuh dan berakhir sampai berkumandang suara adhan. kalau adhannya untuk shalat dhuhur ya puasanya puasa dhuhur atau poso bedhug, seterusnya untuk ashar dan maghrib.
Namun segala anganku akan masa lampau itu tidak lama. Ketika seorang teman dari anak yang bertanya tadi ngomong sama temannya yang lain, "Kalau aku puasa maghrib, soale aku ndak bawa uang..." ucapnya polos.

Whatever ..lah.....
Yang jelas, kembali aku terbawa pada angan masa lalu. Ketika aku tidur di langgar (musholla) untuk keesokan harinya sekitar jam dua pagi bangun dan ikut-ikutan meramaikan rombongan kecil patrol yang berjalan keliling jalan dusun dari rumah satu ke rumah lainnya membangunkan penghuninya untuk makan sahur. Sembari membawa alat musik sederhana mulai dari kentongan, brungki, jerigen plastik, sampai batangan besi. Untuk kemudian, mengakhiri rute 'misi suci' itu di langgar semula. Dan menikmati bontot sahur yang sejak sore sudah disiapkan dari rumah. Atau, pulang ke rumah, ikut-ikutan makan sahur dengan bapak, ibu, mbak dan adik.

Tidak ada komentar: